DIMANA DARATAN DAN LAUTAN DULU TERBAGI DUA
salam sejahtera untuk kita semua,
saat ini kita ingin membahas bagaimana awal mula pembentukan bumi kita ini, yang kita kembangkan dari beberapa ayat - ayat suci Al Quran yang telah terbukti kebenarannya, dan di beritakan langsung oleh nabi muhammad SAW.
Al Quran sendiri adalah KALIMATULLAH yang merupakan QALAMMULLAH
kita mulai dari :
Allah tegaskan dalam al-Quran,
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ
Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri (QS. al-Kahfi: 51)
di sini dapat kita artikan bahwa di saat penciptaan langit dan bumi adalah hanya merupakan kekuasaan Allah dan hanya Allah yang mengetahuinya, dan tiada seorangpun yang menyaksikan.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam 6 hari, dan Aku tidak merasa capek. (QS. Qaf: 38).
Keterangan lainnya Allah sebutkan di surat Yunus (ayat 3), Hud (ayat 7), al-Furqan (ayat 59), as-Sajdah (ayat 4), dan al-Hadid (ayat 4).
Disamping penjelasan global, Allah juga memberikan penjelasan lebih rincin, di surat Fushilat (ayat 9 sampai 12), Dia berfirman,
قُلْ أَإِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَاداً ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ*
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. (9)
وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ*
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. (10)
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِين*
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati” (11)
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظاً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (12).
Makna Kata “Hari”
Selanjutnya, kita akan memahami makna kata ‘hari’ yang disebutkan dalam berbagai ayat di atas.
Ar-Raghib al-Asfahani mengatakan,
اليوم -في لغة العرب- يعبر به عن وقت طلوع الشمس إلى غروبها، وقد يعبر به عن مدة من الزمان أي مدة كانت
Kata ‘hari’ – dalam bahasa arab –, bisa digunakan untuk menyebut rentang waktu antara terbit matahari hingga terbenamnya. Bisa juga untuk menyebut rentang waktu tertentu. (al-Mufradat, hlm. 553).
Karena itulah, ulama berbeda pendapat dalam memahami kata ‘hari’ terkait proses penciptaan alam semesta.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa anNihayah menyebutkan perbedaan pendapat ulama tentang makna ‘hari’ dalam ayat di atas. Beliau menyatakan ada dua pendapat ulama tentang makna kata ‘hari’ terkait penciptaan langit dan bumi,
Pendapat Pertama, maknanya sebagaimana makna hari yang dikenal manusia, dimulai sejak terbit matahari hingga terbenamnya matahari. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat Kedua, bahwa satu hari dalam proses penciptaan alam semesta itu seperti 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, Mujahid, ad-Dhahak, Ka’b al-Ahbar, dan pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad sebagaimana keteragan beliau dalam ar-Rad ‘ala al-Jahmiyah. Pendapat ini pula yang dinilai kuat oleh Ibnu Jarir at-Thabari. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/15).
Diantara ulama yang berpendapat bahwa satu hari sama dengan seribu tahun adalah al-Qurthubi. Beliau mengatakan dalam tafsirnya,
في ستة أيام” أي من أيام الآخرة أي كل يوم ألف سنة لتفخيم خلق السماوات والأرض….
Dalam waktu 6 hari, maksudnya adalah hari di akhirat, bahwa satu hari sama dengan 1000 tahun, karena besarnya penciptaan langit dan bumi. (Tafsir al-Qurthubi, 7/219)
Bumi atau Langit Dulu?
Ada dua hal yang perlu dibedakan terkait proses penciptaan langit dan bumi, pertama, mengawali penciptaan (Ibtida al-Khalqi) dan kedua, penyempurnaan penciptaan (Taswiyah al-Khlqi).
Di surat Fushilat ayat 9 hingga 12 di atas, Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu sebelum langit. Sehingga, secara Ibtida al-Khalqi, bumi lebih awal dibandingkan langit. Namun penyempurnaan bumi (Taswiyah al-Khlqi), baru dilakukan setelah Allah menciptakan langit.
Ketika menafsirkan surat Fushilat di atas, Ibnu Katsir mengatakan,
فذكر أنه خلق الأرض أولا لأنها كالأساس، والأصل أن يُبْدَأَ بالأساس، ثم بعده بالسقف، كما قال: هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena bumi ibarat pondasi. Dan pertama kali, harusnya dimulai dengan pondasi. Kemudian setelahnya adalah atap. Sebagaimana yang Allah firmankan,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian Dia berkehendak (beristiwa) menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit (al-Baqarah: 29
Ibnu Katsir melajutkan dengen menjelaskan firman Allah di surat an-Nazi’at,
أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, ( ) Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, ( ) dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. ( ) Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (30) Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. ( ) Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, ( ) (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (QS. an-Nazi’at: 27 – 33)
ففي هذه الآية أن دَحْى الأرض كان بعد خلق السماء ، فالدَّحْيُ هو مفسر بقوله: { أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا } ، وكان هذا بعد خلق السماء، فأما خلق الأرض فقبل خلق السماء بالنص
Dalam ayat ini disebutkn bahwa Dahyu al-Ardi (penyempurnaan bumi) dilakukan setelah menciptakan langit. Bentuk ad-Dahyu, ditafsirkan pada ayat, “Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.” Dan ini dilakukan setelah penciptaan langit. Adapun penciptaan bumi, ini dilakukan sebelum penciptaan langit berdasarkan nash (dalil tegas). (Tafsir Ibnu Katsir, 7/165).
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan keterangan dari Ibnu Abbas yang diriwayat Bukhari dalam Shahihnya.
Dari Said bin Jubair bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Abbas beberapa ayat yang menurutnya bertentangan, diantaranya firman Allah tentang penciptaan langit dan bumi.
Orang ini menanyakan,
Di surat an-Nazi’at (ayat 27 – 30), Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan langit sebelum menciptakan bumi. Sementara di surat Fushilat (ayat 9 – 12) Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi sebelum menciptakan langit.
Jawab Ibnu Abbas,
خلق الأرض في يومين، ثم خلق السماء، ثم استوى إلى السماء، فسواهن في يومين آخرين، ثم دَحَى الأرض، ودَحْيُها: أن أخرج منها الماء والمرعى، وخلق الجبال والجماد والآكام وما بينهما في يومين آخرين، فذلك قوله: {دَحَاهَا} وقوله { خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ } فَخُلِقت الأرض وما فيها من شيء في أربعة أيام، وخلقت السماوات في يومين
Allah menciptakan bumi dalam 2 hari, kemudian Dia menciptakan langit. Kemudian dia beristiwa ke atas langit, lalu Allah sempurnakan langit dalam 2 hari yang lain. Kemudian Allah daha al-Ardha (menyempurnakan bumi). Bentuk penyempurnaan bumi adalah dengan Dia keluarkan dari bumi mata air, tumbuh-tumbuhan, Allah ciptakan gunung, benda mati, dataran tinggi, dan segala yang ada di antara langit dan bumi, dalam 2 hari. Itulah makna firman Allah, “Bumi dihamparkannya.” Sementara firman Allah, “Dia menciptakan bumi dalam 2 hari.” Diciptakanlah bumi dan segala isinya dalam 4 hari dan diciptakan semua langit dalam 2 hari. (HR. Bukhari secara Muallaq sampai al-Minhal, 16/85).
Kesimpulan dari keterangan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,
Allah menciptakan bumi 2 hari belum sempurna dan belum ada isinya. Kemudian menciptakan semua langit dalam 2 hari, dan terakhir Allah mengisi bumi dengan tumbuhan, gunung, benda-benda dalam 2 hari.
Allahu a’lam.
PENJELASAN TENTANG BATAS LAUT YANG KASAT MATA
dalam Surah An-Naml ayat 61, Surah Ar-Rahman ayat 20 dan Surah Al-Fuqran ayat 53.
“Bukankah Dia (Allah) yang telah menjadikan Bumi sebagai tempat berdiam, yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan yang menjdikan suatu pemisah antara laut? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui.” bunyi Surah An-Naml ayat 61.
Air tawar dan air laut asin dapat bertemu di beberapa tempat, di mana kedua jenis air tersebut tidak saling bercampur dan memiliki batas yang jelas.
“Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing,” ungkap Surah Ar-Rahman ayat 20.
Ketika pasang, air laut yang masuk ke sungai akan berada di bagian dasar sungai, sedangkan bagian atas dari air sungai tetap merupakan air tawar. Kondisi tersebut terjadi karena berat jenis air laut lebih besar daripada berat jenis air sungai.
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus,” bunyi Surah Al-Furqan ayat 53.
Pembentukan jagat raya termasuk di dalamnya samudra melalui tingkatan atau tahapan yang rumit. Dengan mengamati balik jejak-jejak masa lalu, manusia dapat merekonstruksi kembali pembentukan samudra.
Pada awal pembentukan Bumi, permukaannya memiliki rupa yang relatif sederhana dibandingkan dengan apa yang saat ini manusia bisa melihatnya. Permukaan Bumi hanya terbagi dua, yaitu daratan dan lautan.
Daratan di permukaan Bumi merupakan sebuah benua yang sangat besar (superkontinen) yang dinamakan Pangea. Pangea berbentuk bulan sabit, menghadap ke timur, dengan bagian terluas terletak di sepanjang khatulistiwa berupa rangkaian pegunungan yang membentang pada arah barat-timur.
Bagian yang terendam lautan meliputi bagian yang lebih luas, kira-kira dua kali luas daratan. Keseluruhan lautan ini secara umum diberi nama Panthalassa, kecuali pada bagian teluk di sebelah timur Pangea yang diberi nama khusus Tethys atau Paleotethys untuk membedakannya dari laut tethys yang terbentuk pada zaman-zaman berikutnya.
Keadaan ini berlangsung hingga zaman Trias, sekira 250 juta tahun yang lalu. Sebuah laut baru terbentuk di bagian tengah Pangea berupa celah yang memotong superkontinen dengan arah barat-timur, dan juga dinamakan Tethys.
Proses ini kemudian disusul dengan terpecahnya Pangea menjadi beberapa lempeng yang masing-masing bergerak ke arah yang berlainan dengan kecepatan yang berbeda pula.
Masa penyebaran masing-masing lempeng ini dibarengi dengan masa terbentuk dan hilangnya laut-laut baru yang terletak di antara lempeng-lempeng benua.
Samudra yang terbentuk setelah terpecahnya Pangea dan terdapat sampai sekarang antara lain adalah Samudra Atlantik dan Samudra Hindia. Bagian laut yang kemudian menghilang adalah Tethys, yang kini meninggalkan jejak keberadaannya berupa rangkaian laut dan danau-danau raksasa yang membentang dari Laut Tengah ke arah Laut Hitam, Laut Kaspia dan Laut Aral.
Demikian pula daerah-daerah yang sekarang dikenal sebagai Pakistan dan India. Samudra Hindia dan Indonesia menempati daerah yang dahulunya merupakan wilayah Laut Tethys, sedang Samudra Pasifik adalah bagian yang tetap berupa lautan semenjak Panthalassa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar