Kamis, 26 November 2015

LAHIRNYA ADAM DAN HAWA

LAHIRNYA ADAM DAN HAWA

Adam menurut Islam

Adam hidup selama 930 tahun setelah penciptaan (sekitar 3760-2830 SM), sedangkan Hawa lahir ketika Adam berusia 130 tahun. Al-Quran memuat kisah Adam dalam beberapa surat, di antaranya Al-Baqarah [2]:30-38 dan Al-A’raaf [7]:11-25. Ia mendapat gelar dari Allah dengan gelar Safi Allah.
Menurut ajaran agama Samawi, anak-anak Adam dan Hawa dilahirkan secara kembar, yaitu, setiap bayi lelaki dilahirkan bersamaan dengan seorang bayi perempuan (kembar). Adam menikahkan anak lelakinya dengan anak gadisnya yang tidak sekembar dengannya.
Menurut Ibnu Humayd, Salamah, Ibnu Ishaq, anak-anak Adam adalah: Cayn dan saudara perempuannya, Abel dan Labuda, Ashut dan saudara perempuannya. Seth dan Hazura, Ayad dan saudara perempuannya, Balagh dan saudara perempuannya, Athati dan saudara perempuannya, Tawbah dan saudara perempuannya, Darabi dan saudara perempuannya, Hadaz dan saudara perempuannya, Yahus dan saudara perempuannya, Sandal dan saudara perempuannya, Baraq dan saudara perempuannya. Total keseluruhan anak Adam sejumlah 40 anak kembar.

Adam menghuni surga dan di ciptakannya Hawa

Adam diberi kesempatan oleh Allah untuk tinggal di surga dulu sebelum diturukan ke Bumi. Allah menciptakan seorang pasangan untuk mendampinginya. Adam memberinya nama, Hawa. Menurut cerita para ulama, Hawa diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam sebelah kiri sewaktu dia masih tidur sehingga saat dia terjaga, Hawa sudah berada di sampingnya. Allah berfirman kepada Adam:
"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu syurga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim."

Tipu daya Iblis

Sesuai dengan ancaman yang diucapkan saat diusir oleh Allah dari surga akibat pembangkangannya, Iblis mulai berencana untuk menyesatkan Adam dan Hawa yang hidup bahagia di surga yang tenteram dan damai dengan menggoda mereka untuk mendekati pohon yang dilarang oleh Allah kepada mereka.
Iblis menipu mereka dengan mengatakan bahwa mengapa Allah melarang mereka memakan buah terlarang itu karena mereka akan hidup kekal seperti Tuhan apabila memakannya. Bujukan itu terus menerus diberikan kepada Adam dan Hawa sehingga akhirnya mereka terbujuk dan memakan buah dari pohon terlarang tersebut. Jadilah mereka melanggar ketentuan Allah sehingga Dia menurunkan mereka ke bumi. Allah berfirman:
"Turunlah kamu! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."Al-Baqarah 2:36
Mendengar firman Allah tersebut, sadarlah Adam dan Hawa bahwa mereka telah terbujuk oleh rayuan setan sehingga mendapat dosa besar karenanya. Mereka lalu bertaubat kepada Allah dan setelah taubat mereka diterima, Allah berfirman:
"Turunlah kamu dari syurga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."Al-Baqarah 2:38

Adam dan Hawa turun ke bumi

Adam dan Hawa kemudian diturunkan ke Bumi dan mempelajari cara hidup baru yang berbeda jauh dengan keadaan hidup di surga. Mereka harus menempuh kehidupan sementara dengan beragam suka dan duka sambil terus menghasilkan keturunan yang beraneka ragam bentuknya.
Menurut kisah Adam diturunkan di (Sri Lanka) di puncak bukit Sri Pada dan Hawa diturunkan di Arabia. Mereka akhirnya bertemu kembali di Jabal Rahmah di dekat Mekkah setelah 40 hari berpisah. Setelah bersatu kembali, konon Adam dan Hawa menetap di Sri Lanka, karena menurut kisah daerah Sri Lanka nyaris mirip dengan keadaan surga.[3] Di tempat ini ditemukan jejak kaki Adam yang berukuran raksasa.

Kisah Qabil dan Habil

Di bumi pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Iqlima, kemudian pasangan kedua Habil dan Labuda. Setelah keempat anaknya dewasa, Adam mendapat petunjuk agar menikahkan keempat anaknya secara bersilangan, Qabil dengan Labuda, Habil dengan Iqlima.

Namun Qabil menolak karena Iqlima jauh lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian menyerahkan persolan ini kepada Allah dan Allah memerintahkan kedua putra Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah yang berhak memilih jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor kambing yang paling disayangi di antara hewan peliharaannya, sedang Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek dari yang dimilikinya. Allah menerima kurban dari Habil, dengan demikian Habil lebih berhak menentukan pilihannya. Qabil sangat kecewa melihat kenyataan itu. Ia terpakasa menerima keputusan itu walau diam-diam hatinya tetap tidak mau menerima. Maka berlangsunglah pernikahan itu, Qabil dengan Labunda dan Habil dengan Iqlima.

Qabil berusaha memendam rasa kecewa dan sakit hatinya selama beberapa tahun, tetapi akhirnya ia tidak bisa menahan diri. Pada suatu hari Qabil mendatangi Habil yang berada di peternakannya. Iblis telah merasuki jiwanya. Pada saat Habil lengah, Qabil memukulnya dengan batu besar, tepat di kepala Habil. Habil pun mati. Sedang Qabil merasa kebingungan, ia tak tahu harus diapakan mayat saudaranya itu. Ia berjalan kesana kemari sambil membawa jenasah Habil. Ia merasa menyesal.
Allah memberi petunjuk kepada Qabil melalui sepasang burung gagak. Sepasang burung gagak yang hendak berbebut untuk mematuk mayat Habil. Kedua burung itu bertarung sampai salah satunya mati. Burung gagak yang masih hidup lalu menggali lubang dengan paruhnya, kemudian memasukkan gagak yang mati ke dalam lubang itu dan menguburnya. Sesudah mengubur mayat Habil, Qabil masih merasa sangat kebingungan. Ia tidak berani pulang, rasa berdosa telah membuatnya ketakutan sendiri. Akhirnya Qabil melarikan diri menuju hutan.


Adam menurut Yahudi dan Kristen

Lukisan mural berjudul Penciptaan Adam karya Michelangelo di atap Kapel Sistine di Vatikan yang menggambarkan peristiwa penciptaan Adam dan Hawa.





















































































































Alkitab pasal 2 dan 3, dan sedikit disinggung pada pasal 4 dan 5. Beberapa rincian lain tentang kehidupannya dapat ditemukan dalam kitab-kitab apokrif, seperti Kitab Yobel, Kehidupan Adam dan Hawa, dan Kitab Henokh.
Menurut kisah di atas, Adam diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.[4] Adam kemudian ditempatkan di dalam Taman Eden yang berarti tanah daratan, terletak di hulu Sungai Pison, Gihon, Tigris, dan Efrat (di sekitar wilayah Irak saat ini). Ia kemudian diperintahkan oleh-Nya untuk menamai semua binatang. Allah juga menciptakan makhluk penolong, yaitu seorang wanita yang oleh Adam dinamai Hawa. Adam dan Hawa tinggal di Taman Eden dan berjalan bersama Allah, tetapi akhirnya mereka diusir dari taman itu karena mereka melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Setelah diusir dari taman itu, Adam harus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Adam dan Hawa mempunyai tiga orang putra yang disebut dalam Kitab Kejadian, yaitu Kain, Habel, Set, dan sejumlah putra dan putri yang tidak disebutkan jumlahnya.[4] Kitab Yobel menyebutkan dua orang anak perempuan Adam dan Hawa, yaitu Azura yang menikah dengan Set dan Awan, yang menikah dengan Kain. Baik Kitab Kejadian maupun Kitab Yobel menyatakan bahwa Adam mempunyai anak yang lain, tetapi nama mereka tidak disebutkan.
Menurut silsilah Kitab Kejadian, Adam meninggal dunia pada usia 930 tahun. Dengan angka-angka seperti itu, perhitungan seperti yang dibuat oleh Uskup Agung Ussher, memberikan kesan bahwa Adam meninggal hanya sekitar 127 tahun sebelum kelahiran Nuh, sembilan generasi setelah Adam. Dengan kata lain, Adam masih hidup bersama Lamekh (ayah Nuh) sekurang-kurangnya selama 50 tahun. Menurut Kitab Yosua, kota Adam masih dikenal pada saat bangsa Israel menyeberangi Sungai Yordan untuk memasuki Kanaan.[4]
Menurut legenda, setelah diusir dari Taman Eden, Adam pertama kali menjejakkan kakinya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang kini terdapat di Sri Lanka.[butuh rujukan]

Adam menurut Baha'i

Menurut pandangan Baha'i, Adam adalah perwujudan Allah yang pertama dalam sejarah.[5] Penganut Baha'i meyakini bahwa Adam memulai siklus Adamik yang berlangsung selama 6.000 tahun dan berpuncak pada Nabi Muhammad.[6]

KEHIDUPAN DI AWAL DUNIA DAN PROSES PENCIPTAAN

KEHIDUPAN DI AWAL DUNIA












WAKTU PENCIPTAAN MENURUT AL QURAN

Ibnu Abbas ra mengatakan, “Tatkala Allah berkehendak menciptakan bumi, Dia menyuruh semua angin untuk bergejolak. Angin-angin itu bergejolak sehingga air pun bergejolak dan timbul gelombang yang satu sama lain saling berbenturan. Angin terus-menerus menerpa air sehingga air tersebut berbuih. Buih-buih itu bergulung sehingga dari gulungan tersebut jadilah karang putih. Karang putih itu kemudian membukit seperti bukit yang besar. Air menjadi berkurang dan buih kian membesar dengan kekuasaan Allah sampai besaran yang tak terhingga dan sekitarnya dikelilingi dengan air; lalu jadilah bumi seperti bola yang ada di dalam air.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Tatkala Allah menciptakan bumi, asalnya adalah satu lapis; kemudian Dia memisah-misahkan lapisan tersebut hingga tujuh, seperti yang Dia lakukan terhadap langit. Dia membuat jarak antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lainnya sejauh jarak yang bisa ditempuh selama 500 tahun. Itulah firman Allah: Kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 30).”
Wahab bin Munabbih juga mengatakan, “Setelah Allah memisah-misahkan lapisan bumi sampai tujuh, maka nama lapisan yang pertama adalah Adim (yang terlihat dari permukaan), lapisan yang kedua adalah Basith (yang menghampar), lapisan yang ketiga adalah Tsaqil (yang berat), lapisan keempat adalah Batih (yang melebar), lapisan yang kelima adalah Hayin, lapisan keenam adalah Masikah (yang mengunci), dan lapisan yang ketujuh adalah Tsara (tanah yang basah/liat). Dalam sebagian riwayat yang lain, nama lapisan-lapisan tersebut berbeda-beda.”
Ats-Tsalabi mengatakan, “Bumi lapisan yang kedua mengeluarkan angin dan penduduknya adalah umat yang bernamaThamas yang makanan mereka adalah daging mereka sendiri, dan minumannya adalah darah mereka sendiri. Bumi lapisan ketiga penduduknya adalah umat yang wajah mereka seperti wajah manusia, bibir mereka seperti bibir anjing, tangan mereka seperti tangan manusia, kaki mereka seperti kaki sapi, telinga mereka seperti telinga sapi, dan di sekujur tubuh mereka ada bulu seperti bulu domba. Bulu tersebut adalah pakaian mereka. Konon, siang di kita (manusia) adalah malamnya mereka dan malam di mereka adalah siang di kita. Bumi lapisan keempat penduduknya adalah umat yang bernama Halham yang tidak mempunyai mata dan kaki, tetapi mereka mempunyai sayap seperti sayap burung. Bumi lapisan kelima ditempati oleh umat yang bernama Khasyan. Rupa mereka seperti bagal (peranakan keledai/turunan kuda jantan dengan keledai betina). Mereka berbuntut panjang, setiap buntutnya mencapai 300 siku. Di lapisan bumi ini terdapat banyak ular yang sangat panjang dan mempunyai punuk seperti unta. Bumi lapisan keenam ditempati oleh umat yang bernama Hatsum yang berbadan hitam dan mempunyai cakar seperti cakar binatang buas. Konon, umat ini dikuasakan oleh Allah kepada Ya’juj dan Ma’juj ketika mereka menyerbu manusia dan menghancurkan mereka. Dan di bumi lapisan ketujuh ada tempat tinggal Iblis yang terlaknat dan bala tentaranya, yaitu setan yang suka mendorong pada kejahatan.”
Ka’b al-Ahbar mengatakan, “Allah menciptakan 80.000 umat. Setengahnya disimpan di laut dan setengahnya lagi disimpan di darat. Bentuk mereka bermacam-macam.”
Dalam salah satu hadits dari Rasulullah saw diriwayatkan bahwasanya beliau bersabda, “Allah menciptakan kawasan berwarna putih seperti perak. Ukurannya 30 kali lipat ukuran dunia. Di sana, tinggal berbagai umat yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah sedetik pun.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka termasuk keturunan Adam?” Beliau menjawab, “Tidak ada yang mengetahui mereka kecuali Allah. Dan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Adam.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana dengan Iblis terhadap mereka?” Beliau menjawab, “Mereka tidak mengetahui Iblis.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS An-Nahl [16]: 8).
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Sesungguhnya di sekeliling dunia ada yang gelap dan di balik yang gelap itu terdapat gunung-gunung yang kukuh.” Dia meriwayatkan bahwa setelah Allah menciptakan bumi maka bumi itu berada di angkasa. Kemudian angin menggerakkannya sehingga bumi itu terpontang-panting dan berguncang. Lalu bumi mengadukan hal tersebut kepada Tuhannya. Ia berkata, “Wahai Tuhanku, kekuatanku telah melemah dan angin menganggapku ringan serta menggerakkanku.” Allah menyerunya, “Aku akan membantumu dengan gunung.” Maka, setelah itu bumi tidak berguncang lagi.
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Gunung diciptakan dari gelombang lautan. Allah berfirman: Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Dia memancarkan darinya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (QS An-Naazi’aat [79]: 30-32). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah menciptakan langit jauh beberapa lama sebelum menciptakan bumi.”
Ats-Tsa’labi mengatakan, “Setelah Allah menciptakan bumi, Dia mengutus seorang malaikat yang berasal dari bawah ‘Arasy. Malaikat itu muncul dari dasar bumi, ia mengeluarkan salah satu tangannya dari arah timur dan tangan yang lainnya dari arah barat, kemudian dia berpegangan pada ujung bumi karena kakinya tidak memiliki tempat berpijak. Maka, Allah menurunkan seekor banteng dari surga, namanya Nun, yang mempunyai 40.000 tanduk dan 40.000 penyangga. Dari satu tanduk ke tanduk yang berikutnya kalau ditempuh dengan jarak perjalanan memakan waktu sekitar 500 tahun. Oleh karena itu, kaki malaikat tersebut bisa berpijak dengan seimbang pada banteng itu.
Akan tetapi, kaki-kaki banteng itu tidak memiliki tempat untuk berpijak. Maka, Allah menurunkan yakut hijau yang berasal dari surga yang telah dikeraskan selama 500 tahun. Oleh karena itu, kaki-kaki banteng itu bisa berpijak dengan seimbang di atas yakut hijau tersebut. Kemudian Allah menciptakan shakhrah (batu) setebal langit dan bumi. Itulah batu yang dikatakan oleh Luqman kepada anaknya: ‘Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.’ (QS Luqman [31]: 16).
Nama batu tersebut adalah Shaikhur. Diriwayatkan bahwa di dalam batu ini terdapat 9.000 lubang. Di dalam setiap lubang tersebut ada lautan yang luasnya hanya diketahui oleh Allah. Yakut hijau itu bertempat di atasnya (batu). Tatkala batu itu tidak memiliki tempat untuk menetap, untuknya Allah menurunkan seekor ikan yang sangat besar dari laut ketujuh yang berada di bawah ‘Arasy. Ikan tersebut bernama Bahmut. Menurut riwayat lain, Balhut. Batu itu bertempat di atas pundak ikan tersebut.
Menurut sebuah riwayat, siapa pun tidak akan mampu melihat ikan tersebut karena kilatan yang timbul dari matanya. Seandainya semua lautan dunia diletakkan di salah satu dari dua lubang hidungnya, maka lautan tersebut layaknya biji sawi yang ada di lapangan yang luas.
Ikan tersebut menetap di atas air. Ia diam di tempatnya dan tidak bergerak-gerak. Ia berkata, ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Karena-Mu aku kuat, dengan pertolongan-Mu aku berkemampuan. Seandainya tidak ada pertolongan-Mu, tentu aku tidak mempunyai kekuatan untuk memikul beban yang telah Engkau berikan kepadaku. Maka izinkanlah aku, wahai Tuhanku, untuk bersujud sebagai ungkapan rasa syukurku kepada-Mu atas semua itu.’
Allah mengizinkannya untuk bersujud. Maka, ikan itu membenamkan kepalanya ke dalam air hingga tidak kelihatan, kemudian ia memunculkannya dari dalam air. Ikan itu terus-menerus bersujud setiap hari hingga Hari Kiamat. Selanjutnya di dasar air tersebut Allah membuat udara. Di bawah udara itu ada kegelapan dan mulai dari sana pengetahuan makhluk terputus.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Allah mempercayakan ikan tersebut kepada para malaikat. Mereka mendatanginya setiap hari dengan membawa makanan untuknya sebanyak yang membuatnya kenyang. Mereka datang kepadanya dari laut yang bergelombang dengan membawa seribu ikan. Setiap ikan panjangnya seukuran menempuh perjalanan satu hari satu malam. Adapun benteng oleh Allah dipercayakan kepada malaikat yang membawa makanannya setiap hari 1000 pepohonan dari kebun-kebun qudrah (kekuasaan Allah). Setiap pohon panjangnya seukuran dengan menempuh perjalanan sehari semalam. Mahasuci Zat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Iblis terlaknat senantiasa membenam ke bumi lapisan ketujuh hingga sampai kepada ikan yang bernama Bahmut itu. Dia datang kepadanya dan berkata, ‘Hai Bahmut, sesungguhnya banteng berkata kepadamu bahwa ia adalah yang memikul batu yang di atasnya ada bumi yang berlapis-lapis, sedangkan engkau tidak memikul beban yang sebanding dengan beban yang dipikulnya. Seandainya engkau dibebani untuk memikulnya, tentu engkau tidak akan kuat walaupun engkau adalah yang memikulnya dan memikul batu itu. Padahal seandainya banteng dibebankan untuk memikulnya tentu dia tidak akan kuat.’
Maka, ikan (Bahmut) tersebut merasa takjub terhadap dirinya dan kekuatannya. Si Iblis terkutuk menyangka bahwa dia telah berhasil menggoda si ikan sehingga dia akan merusak apa yang ada di atasnya. Memang sang ikan kemudian berguncang-guncang di bawah kaki-kaki banteng, tetapi kemudian Allah mengutus satu binatang kecil berukuran sebesar negngat yang bernama Amah untuk menguasainya. Allah menempatkan binatang tersebut di antara dua mata ikan. Binatang tersebut membuat lubang yang menuju ke arah otak ikan hingga sampai ke tulang otaknya. Oleh karena itu, ikan itu takluk dan diam di tempatnya, tidak bergerak dan diam merasakan kepedihan yang ditimbulkan oleh si binatang kecil.
Melihat itu, si Iblis terkutuk datang kepada banteng, kemudian dia menggodanya, sebagaimana dia telah menggoda ikan. Karena tergoda, banteng itu berguncang-guncang, seperti ikan. Maka, kepada banteng tersebut, Allah menguasakan seekor binatang kecil dan menempatkannya di lubang hidungnya. Oleh karena itu, banteng tersebut takluk dan diam, seperti ikan. Tipu muslihat untuk menimbulkan kerusakan yang direncanakan oleh si Iblis terkutuk tidak berhasil.” Demikian diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi.
Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, menciptakan gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan krom (elemen logam) pada hari Selasa, menciptakan gelap dan cahaya pada hari Rabu, menciptakan binatang pada hari Kamis, menciptakan Adam as pada hari Jumat.”
Para ulama berbeda pendapat tentang hari pertama Allah menciptakan para makhluk. Dalam hal ini ada tiga pendapat yang berbeda. Menurut Ibn Ishaq, hari Sabtu. Menurut Ka’ab al-Ahbar, hari Ahad, sementara menurut Ahli Injil, hari Senin. Nabi saw sendiri mengatakan, “Pada hari Jumat, Allah menciptakan matahari, bulan, bintang, dan para malaikat hingga lewat tiga jam (masa) dari hari Jumat. Dia menciptakan Adam as di akhir hari Jumat dan menurunkannya dari surga menjelang matahari terbenam di hari Jumat.”
Wahab bin Munabbih mengatakan, “Hari tersebut disebut hari Jumat karena tanah cikal bakal Adam as dikumpulkan pada hari tersebut. Oleh karena itu, disebut Jumat.”
Hudzaifah al-Yamani mengatakan, “Diriwayatkan dalam salah satu kabar bahwa jarak dunia kalau ditempuh dengan perjalanan adalah sejauh menempuh perjalanan 500 tahun: jarak 300 tahun adalah lautan dan gunung, 100 tahun adalah wilayah kehidupan, dan 100 tahun yang lainnya adalah lahan kosong.”
Sebagian ulama astronomi berpendapat bahwa jihah (arah) itu ada enam. Pertama, timur, yaitu tempat terbitnya matahari, bulan, dan bintang. Kedua, barat, yaitu tempat terbenam. Ketiga, selatan, yaitu tempat beredarnya bintang Capricornus. Di sana itu sangat dingin. Keempat, utara, yaitu tempat beredarnya bintang Canopus. Kelima, bawah, yaitu yang mendekati pusat bumi. Dan keenam adalah atas, yaitu yang mendekati falak.
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Setelah Allah menyempurnakan penciptaan langit dan bumi dengan sifatnya yang telah diceritakan dalam pembahasan terdahulu, gunung-gunung telah ditancapkan, angin telah dilepaskan, di bumi telah ada binatang-binatang liar dan bermacam-macam burung, maka buah-buahan mengering dan berjatuhan ke bumi dan di bumi tumbuh rerumputan yang satu sama lain saling tumpang tindih. Pada saat itu, bumi mengadukan persoalan tersebut kepada Tuhannya. Atas pengaduan itu, Allah menciptakan umat yang beraneka ragam dan berlainan jenis, yang diberi nama Jin.
Mereka diciptakan oleh Allah dari angin, kilat, dan awan. Mereka memiliki jiwa dan aktivitas. Lalu mereka bertebaran seperti debu halus karena jumlah mereka yang sangat banyak. Tanah datar, pegunungan, dan berbagai pelosok dunia telah dipenuhi oleh mereka. Mereka menempati permukaan bumi dalam jangka waktu yang dikehendaki oleh Allah. Di antara mereka ada yang putih, hitam, merah, kuning, bercak-bercak, totol-totol, tuli, buta, menawan, jelek, kuat, lemah, perempua, dan laki-laki. Satu sama lain kawin dan melahirkan keturunan. Mereka disebut Jin karena mereka samar, tidak kelihatan.
Setelah mereka menyesaki bumi dan dunia kian menyempit karena mereka terus bertambah, bertambah pula bencana karena mereka, maka Allah mengirimkan angin topan kepada mereka. Angin tersebut membinasakan mereka. Hanya sedikit dari mereka yang tersisa. Mereka adalah yang pertama kali membuat rumah, membelah batu, memburu burung, dan binatang liar. Semua itu terus-menerus mereka lakukan dalam waktu yang lama. Kemudian satu sama lain di antara mereka saling berlaku aniaya: akibatnya, mereka saling berperang. Akan tetapi, perangnya bukan menggunakan senjata. Sebagian di antara mereka melenyapkan sebagian yang lain dengan memblokade rumah-rumah sehingga mereka yang terkepung binasa karena lapar dan haus.
Setelah tindakan perusakan yang dilakukan mereka kian memuncak, maka Allah mengirimkan umat yang berasal dari laut kepada mereka yang jasad-jasadnya lebih besar daripada mereka dan bentuknya lebih menakjubkan, yang disebut dengan Bin. Umat tersebut menyerbu mereka sehingga kaum Jin binasa, tidak satu pun yang tersisa.
Jin tinggal di bumi kurang lebih 500 tahun. Setelah itu, bumi dikuasai oleh Bin. Mereka menikah satu sama lain, melahirkan keturunan dan berkembang biak semakin banyak sehingga bumi kian penuh. Sebagian di antara mereka suka membenam ke bumi lapis ketujuh dan menetap di sana untuk beberapa hari. Bagi mereka tidak ada tempat yang terhalang. Mereka adalah yang pertama kali menggali sumur, membuat sungai, dan mengalirkan air dari sumber-sumbernya dan dari laut. Mereka adalah yang pertama kali membuat mesin/roda, membangun jembatan di atas air, menangkapi ikan di lautan, dan memburu binatang-binatang liar di wilayah yang tidak berpenduduk.
Oleh karena itu, semua binatang, baik di daratan maupun di lautan, mengadukan urusan tersebut kepada Allah dan kerusakan yang disebabkan oleh mereka kian bertambah. Maka, Allah menciptakan Jan.”
Ibnu Abbas ra mengatakan, “Allah menciptakan Jan dari nyala api…” Beliau juga mengatakan bahwa Jan adalah golongan Jin laki-laki. Mereka memiliki jenis yang beraneka ragam. Di antara mereka ada yang disebut dengan Nahabir; ada juga yang disebut Nahamir. Umat ini layaknya seperti manusia, suka makan, minum, dan berketurunan. Di antara mereka ada yang Mu’min dan ada juga yang kafir. Dan nenek moyang mereka adalah Iblis yang dikutuk oleh Allah.
Diriwayatkan bahwa Allah menjadikan malaikat sebagai penghuni langit dan menjadikan Jan sebagai penghuni bumi. Setelah binatang liar dan burung mengadukan perbuatan Jin dan Bin, Allah menciptakan Jan, sebagaimana telah diceritakan. Setelah Allah menciptakan Jan, maka Dia menempatkan mereka di bumi. Setelah tinggal di bumi, mereka berperang dengan Bin. Jan terlalu kuat bagi Bin hingga mereka mampu menghancurkan Bin sampai tidak ada satu pun yang tersisa. Tinggallah Jan di bumi. Mereka menikah satu sama lain dan melahirkan keturunan sampai bumi ini penuh.
Selanjutnya, di antara mereka timbul kedengkian dan aniaya. Di antara mereka banyak terjadi pertumpahan darah. Sebagian dari mereka mengganggu sebagian lainnya. Atas kejadian ini, bumi mengadu kepada Tuhannya. Maka, ketika itu, kepada mereka Allah mengutus bala tentara malaikat. Dalam rombongan tersebut ada Iblis yang dahulunya bernama ‘Azazil. Dahulunya dia merupakan ketua malaikat. Dia bersama rombongannya mengusir Jan dari bumi. Akibatnya mereka mengungsi ke gunung-gunung dan tinggal di sana dan Iblis merampas bumi dari mereka.
Pada awalnya, si Iblis ini menyembah kepada Allah, baik di bumi maupun di langit. Akan tetapi, kemudian dia ujub dengan dirinya dan dia terasuki ketakaburan (merasa besar). Dalam keadaan demikian, Allah melihat apa yang ada di dalam hatinya, maka Zat Yang Mahaagung berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Pernyataan para malaikat, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…”, maksudnya seperti makhluk-makhluk yang diceritakan terdahulu, yaitu Jin dan Bin. Sebab, mereka telah melakukan kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah.
(Sumber: Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas, “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” (diterjemahkan oleh Abdul Halim), Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. I, Oktober 2002, hal. 13-72)

AL QURAN BERCERITA TENTANG BAGAIMANA BUMI DI PROSES

TERJADINYA BUMI MENURUT AL QURAN

bahwa islam telah menjelaskan dengan sejelas - jelasnya bagaimana proses terjadinya dunia yang kita sendiri tidak mengetahuinya, dan oleh Allah di turunkan ilmu yang jelas dan benar untuk kita percayai kepada nabi besar MUHAMMAD SAW.

dan penjelasan ini kami kutip dari penjelasan  Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi syariah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Prinsip penting yang perlu kita kedepankan ketika membahas masalah azali (kejadian masa silam) atau masalah ghaib secara umum adalah tidak memberikan rincian tanpa bukti dan dalil yang shahih. Sebatas teori, tidak bisa dijadikan acuan. Karena Allah tidak akan menanyakan masalah ghaib yang kita tidak tahu dan yang tidak disebutkan dalam dalil.
Karena Allah ta’ala mencela memberikan komentar tentang masalah ghaib, yang tidak memiliki bukti.
Diantaranya masalah proses penciptaan alam semesta. Dalam al-Quran, Allah hanya memberikan keterangan global dan tidak rinci. Hanya dengan mengetahui secara global, tanpa menggali yang lebih rinci, itu sudah cukup bagi seorang muslim.
Allah tegaskan dalam al-Quran,
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ
Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri (QS. al-Kahfi: 51)
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فأما الأيام الستة التي خلق الله فيها السموات والأرض فهي غيب لم يشهده أحد من البشر، ولا من خلق الله جميعاً
Rentang 6 hari yang Allah jadikan waktu penciptaan langit dan bumi, sifatnya ghaib. Tidak ada satupun manusia yang menyaksikannya, tidak pula makhluk Allah semuanya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 190003)

Proses Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Quran

Allah ta’ala menceritakan proses penciptaan alam semesta dalam al-Quran. Ada yang bersifat global dan ada yang lebih rinci.
Dalam penjelasan global, Allah menegaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi selama 6 hari. Allah tegaskan hal ini di tujuh ayat dalam al-Quran. Diantaranya,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
Sesugguhnya Tuhan kalian, yaitu Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa di atas Arsy. (QS. al-A’raf: 54).
Allah juga berfirman di surat al-Furqan,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam 6 hari, dan Aku tidak merasa capek. (QS. Qaf: 38).
Keterangan lainnya Allah sebutkan di surat Yunus (ayat 3), Hud (ayat 7), al-Furqan (ayat 59), as-Sajdah (ayat 4), dan al-Hadid (ayat 4).
Disamping penjelasan global, Allah juga memberikan penjelasan lebih rincin, di surat Fushilat (ayat 9 sampai 12), Dia berfirman,
قُلْ أَإِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَاداً ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ*
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. (9)
وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ*
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. (10)
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِين*
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati” (11)
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظاً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (12).

Makna Kata “Hari”

Selanjutnya, kita akan memahami makna kata ‘hari’ yang disebutkan dalam berbagai ayat di atas.
Ar-Raghib al-Asfahani mengatakan,
اليوم -في لغة العرب- يعبر به عن وقت طلوع الشمس إلى غروبها، وقد يعبر به عن مدة من الزمان أي مدة كانت
Kata ‘hari’ – dalam bahasa arab –, bisa digunakan untuk menyebut rentang waktu antara terbit matahari hingga terbenamnya. Bisa juga untuk menyebut rentang waktu tertentu. (al-Mufradat, hlm. 553).
Karena itulah, ulama berbeda pendapat dalam memahami kata ‘hari’ terkait proses penciptaan alam semesta.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa anNihayah menyebutkan perbedaan pendapat ulama tentang makna ‘hari’ dalam ayat di atas. Beliau menyatakan ada dua pendapat ulama tentang makna kata ‘hari’ terkait penciptaan langit dan bumi,
Pendapat Pertama, maknanya sebagaimana makna hari yang dikenal manusia, dimulai sejak terbit matahari hingga terbenamnya matahari. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat Kedua, bahwa satu hari dalam proses penciptaan alam semesta itu seperti 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, Mujahid, ad-Dhahak, Ka’b al-Ahbar, dan pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad sebagaimana keteragan beliau dalam ar-Rad ‘ala al-Jahmiyah. Pendapat ini pula yang dinilai kuat oleh Ibnu Jarir at-Thabari. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/15).
Diantara ulama yang berpendapat bahwa satu hari sama dengan seribu tahun adalah al-Qurthubi. Beliau mengatakan dalam tafsirnya,
في ستة أيام” أي من أيام الآخرة أي كل يوم ألف سنة لتفخيم خلق السماوات والأرض….
Dalam waktu 6 hari, maksudnya adalah hari di akhirat, bahwa satu hari sama dengan 1000 tahun, karena besarnya penciptaan langit dan bumi. (Tafsir al-Qurthubi, 7/219)

Bumi atau Langit Dulu?

Ada dua hal yang perlu dibedakan terkait proses penciptaan langit dan bumi, pertama, mengawali penciptaan (Ibtida al-Khalqi) dan kedua, penyempurnaan penciptaan (Taswiyah al-Khlqi).
Di surat Fushilat ayat 9 hingga 12 di atas, Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu sebelum langit. Sehingga, secara Ibtida al-Khalqi, bumi lebih awal dibandingkan langit. Namun penyempurnaan bumi (Taswiyah al-Khlqi), baru dilakukan setelah Allah menciptakan langit.
Ketika menafsirkan surat Fushilat di atas, Ibnu Katsir mengatakan,
فذكر أنه خلق الأرض أولا لأنها كالأساس، والأصل أن يُبْدَأَ بالأساس، ثم بعده بالسقف، كما قال: هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena bumi ibarat pondasi. Dan pertama kali, harusnya dimulai dengan pondasi. Kemudian setelahnya adalah atap. Sebagaimana yang Allah firmankan,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian Dia berkehendak (beristiwa) menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit (al-Baqarah: 29
Ibnu Katsir melajutkan dengen menjelaskan firman Allah di surat an-Nazi’at,
أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, ( ) Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, ( ) dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. ( ) Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (30) Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. ( ) Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, ( ) (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (QS. an-Nazi’at: 27 – 33)
ففي هذه الآية أن دَحْى الأرض كان بعد خلق السماء ، فالدَّحْيُ هو مفسر بقوله: { أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا } ، وكان هذا بعد خلق السماء، فأما خلق الأرض فقبل خلق السماء بالنص
Dalam ayat ini disebutkn bahwa Dahyu al-Ardi (penyempurnaan bumi) dilakukan setelah menciptakan langit. Bentuk ad-Dahyu, ditafsirkan pada ayat, “Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.” Dan ini dilakukan setelah penciptaan langit. Adapun penciptaan bumi, ini dilakukan sebelum penciptaan langit berdasarkan nash (dalil tegas). (Tafsir Ibnu Katsir, 7/165).
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan keterangan dari Ibnu Abbas yang diriwayat Bukhari dalam Shahihnya.
Dari Said bin Jubair bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Abbas beberapa ayat yang menurutnya bertentangan, diantaranya firman Allah tentang penciptaan langit dan bumi.
Orang ini menanyakan,
Di surat an-Nazi’at (ayat 27 – 30), Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan langit sebelum menciptakan bumi. Sementara di surat Fushilat (ayat 9 – 12) Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi sebelum menciptakan langit.
Jawab Ibnu Abbas,
خلق الأرض في يومين، ثم خلق السماء، ثم استوى إلى السماء، فسواهن في يومين آخرين، ثم دَحَى الأرض، ودَحْيُها: أن أخرج منها الماء والمرعى، وخلق الجبال والجماد والآكام وما بينهما في يومين آخرين، فذلك قوله: {دَحَاهَا} وقوله { خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ } فَخُلِقت الأرض وما فيها من شيء في أربعة أيام، وخلقت السماوات في يومين
Allah menciptakan bumi dalam 2 hari, kemudian Dia menciptakan langit. Kemudian dia beristiwa ke atas langit, lalu Allah sempurnakan langit dalam 2 hari yang lain. Kemudian Allah daha al-Ardha (menyempurnakan bumi). Bentuk penyempurnaan bumi adalah dengan Dia keluarkan dari bumi mata air, tumbuh-tumbuhan, Allah ciptakan gunung, benda mati, dataran tinggi, dan segala yang ada di antara langit dan bumi, dalam 2 hari. Itulah makna firman Allah, “Bumi dihamparkannya.” Sementara firman Allah, “Dia menciptakan bumi dalam 2 hari.” Diciptakanlah bumi dan segala isinya dalam 4 hari dan diciptakan semua langit dalam 2 hari. (HR. Bukhari secara Muallaq sampai al-Minhal, 16/85).
Kesimpulan dari keterangan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,
Allah menciptakan bumi 2 hari belum sempurna dan belum ada isinya. Kemudian menciptakan semua langit dalam 2 hari, dan terakhir Allah mengisi bumi dengan tumbuhan, gunung, benda-benda dalam 2 hari.
Allahu a’lam.

nah, mari kita renungkan setiap yang telah di jelaskan dalam Al Quran sebagai pedoman hidup yang nyata.

TEORI BIG BANG DAN KEBENARAN AL'QURAN


Berbagai teori tentang proses terbentuknya tata surya telah menjadi perdebatan tersendiri diantara ilmuwan barat pada periode abad ke 20, hingga menjadi satu kesepakatan bahwa teori BIG BANG adalah yang mampu menjelaskan bagaimana terbentuknya langit beserta isinya. Teori ini mengatakan bahwa alam semesta pada awalnya satu, yaitu berasal dari satu titik.

Titik ini selanjutnya mengalami satu kejadian maha
dahsyat, hancur dan berpencar dalam satu ledakan keras hingga akhirnya berubah menjadi  bumi, matahari, langit dan sebagainya.Salah seorang ilmuwan bernama Dr. Russel Cannon berpendapat, asal usul terbentuknya alam semesta yang paling mendekati adalah teori Big Bang, bahwa alam semesta terbentuk melalui suatu ledakan raksasa pada satu ruang teramat kecil, dan semenjak itu mengambang terus menerus.
Hal ini berarti Big Bang tak hanya membuktikan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, tetapi juga diciptakan secara sangat terencana, sistematis dan teratur. Big Bang terjadi melalui ledakan suatu titik yang berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Dari materi dan energi ini, muncullah keseimbangan luar biasa melingkupi berbagai galaksi, bintang, matahari, bulan dan benda angkasa lainnya , proses inipun telah menciptakan hukum alam yaitu ilmu fisika yang tetap terpelihara semenjak milyaran tahun silam yang muncul bersamaan dengan Big Bang.
Seorang astronom Amerika,Prof. George Greenstein menulis dalam bukunya The Symbiotic Universe : " ketika kita mengkaji semua bukti yang ada,pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekutan supernatural pasti terlibat". Jelas terkandung makna bahwa ada yang zat yang berperan mengatur dan menciptakan ledakan maha dahsyat tersebut dimana sebagian dari ilmuwan barat masih berupaya untuk mencari tahu melalui penelitiannya tentang apa dan siapa yang berperan dibalik terbentuknya alam semesta ini.
Terlepas dari anggapan dan teori para ahli dan ilmuwan ini tentang Big Bang dan kehancurannya yang sangat terencana itu,j ika kita berkaca pada Al-quran sebenarnya kita tidak perlu lagi untuk pusing soal asal muasal alam semesta. Dalam QS.AL-ANbiya ayat 30 disebutkan demikian " Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang padu,kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak beriman?".
Ayat di atas menjelaskan bahwa pada mulanya langit dan bumi ( alam semesta ) ini bersatu, lalu Allah pisahkan mereka menjadi sendiri-sendiri. Teori alam semesta di dalam Al-Qur'an ini sangat sejalan dengan teori Big Bang yang digembar-gemborkan oleh ilmuwan abad ini. Karena itu, teori barat itu sebenarnya tidaklah terlalu istimewa, karena Al-Qur'an sudah berbicara beberapa abad yang lalu. Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20 dan dahsyatnya, Al-Quran telah membicarakannya 14 abad yang lalu.

PENCIPTAAN BUMI DAN LANGIT

PENCIPTAAN BUMI DAN LANGIT
dan bagaimana BUMI DI HIASI

salam sejahtera untuk kita semua,
saat ini kita ingin membahas bagaimana awal mula pembentukan bumi kita ini, yang kita kembangkan dari beberapa ayat - ayat suci Al Quran yang telah terbukti kebenarannya, dan di beritakan langsung oleh nabi muhammad SAW.
Al Quran sendiri adalah KALIMATULLAH yang merupakan QALAMMULLAH

kita mulai dari :

Allah tegaskan dalam al-Quran,
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ
Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri (QS. al-Kahfi: 51)


di sini dapat kita artikan bahwa di saat penciptaan langit dan bumi adalah hanya merupakan kekuasaan Allah dan hanya Allah yang mengetahuinya, dan tiada seorangpun yang menyaksikan.



وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam 6 hari, dan Aku tidak merasa capek. (QS. Qaf: 38).
Keterangan lainnya Allah sebutkan di surat Yunus (ayat 3), Hud (ayat 7), al-Furqan (ayat 59), as-Sajdah (ayat 4), dan al-Hadid (ayat 4).
Disamping penjelasan global, Allah juga memberikan penjelasan lebih rincin, di surat Fushilat (ayat 9 sampai 12), Dia berfirman,
قُلْ أَإِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَاداً ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ*
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. (9)
وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ*
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. (10)
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِين*
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati” (11)
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظاً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (12).

Makna Kata “Hari”

Selanjutnya, kita akan memahami makna kata ‘hari’ yang disebutkan dalam berbagai ayat di atas.
Ar-Raghib al-Asfahani mengatakan,
اليوم -في لغة العرب- يعبر به عن وقت طلوع الشمس إلى غروبها، وقد يعبر به عن مدة من الزمان أي مدة كانت
Kata ‘hari’ – dalam bahasa arab –, bisa digunakan untuk menyebut rentang waktu antara terbit matahari hingga terbenamnya. Bisa juga untuk menyebut rentang waktu tertentu. (al-Mufradat, hlm. 553).
Karena itulah, ulama berbeda pendapat dalam memahami kata ‘hari’ terkait proses penciptaan alam semesta.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa anNihayah menyebutkan perbedaan pendapat ulama tentang makna ‘hari’ dalam ayat di atas. Beliau menyatakan ada dua pendapat ulama tentang makna kata ‘hari’ terkait penciptaan langit dan bumi,
Pendapat Pertama, maknanya sebagaimana makna hari yang dikenal manusia, dimulai sejak terbit matahari hingga terbenamnya matahari. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat Kedua, bahwa satu hari dalam proses penciptaan alam semesta itu seperti 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, Mujahid, ad-Dhahak, Ka’b al-Ahbar, dan pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad sebagaimana keteragan beliau dalam ar-Rad ‘ala al-Jahmiyah. Pendapat ini pula yang dinilai kuat oleh Ibnu Jarir at-Thabari. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/15).
Diantara ulama yang berpendapat bahwa satu hari sama dengan seribu tahun adalah al-Qurthubi. Beliau mengatakan dalam tafsirnya,
في ستة أيام” أي من أيام الآخرة أي كل يوم ألف سنة لتفخيم خلق السماوات والأرض….
Dalam waktu 6 hari, maksudnya adalah hari di akhirat, bahwa satu hari sama dengan 1000 tahun, karena besarnya penciptaan langit dan bumi. (Tafsir al-Qurthubi, 7/219)

Bumi atau Langit Dulu?

Ada dua hal yang perlu dibedakan terkait proses penciptaan langit dan bumi, pertama, mengawali penciptaan (Ibtida al-Khalqi) dan kedua, penyempurnaan penciptaan (Taswiyah al-Khlqi).
Di surat Fushilat ayat 9 hingga 12 di atas, Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu sebelum langit. Sehingga, secara Ibtida al-Khalqi, bumi lebih awal dibandingkan langit. Namun penyempurnaan bumi (Taswiyah al-Khlqi), baru dilakukan setelah Allah menciptakan langit.
Ketika menafsirkan surat Fushilat di atas, Ibnu Katsir mengatakan,
فذكر أنه خلق الأرض أولا لأنها كالأساس، والأصل أن يُبْدَأَ بالأساس، ثم بعده بالسقف، كما قال: هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena bumi ibarat pondasi. Dan pertama kali, harusnya dimulai dengan pondasi. Kemudian setelahnya adalah atap. Sebagaimana yang Allah firmankan,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian Dia berkehendak (beristiwa) menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit (al-Baqarah: 29
Ibnu Katsir melajutkan dengen menjelaskan firman Allah di surat an-Nazi’at,
أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, ( ) Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, ( ) dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. ( ) Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. (30) Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. ( ) Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, ( ) (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (QS. an-Nazi’at: 27 – 33)
ففي هذه الآية أن دَحْى الأرض كان بعد خلق السماء ، فالدَّحْيُ هو مفسر بقوله: { أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا } ، وكان هذا بعد خلق السماء، فأما خلق الأرض فقبل خلق السماء بالنص
Dalam ayat ini disebutkn bahwa Dahyu al-Ardi (penyempurnaan bumi) dilakukan setelah menciptakan langit. Bentuk ad-Dahyu, ditafsirkan pada ayat, “Dia memancarkan dari bumi mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.” Dan ini dilakukan setelah penciptaan langit. Adapun penciptaan bumi, ini dilakukan sebelum penciptaan langit berdasarkan nash (dalil tegas). (Tafsir Ibnu Katsir, 7/165).
Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan keterangan dari Ibnu Abbas yang diriwayat Bukhari dalam Shahihnya.
Dari Said bin Jubair bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Abbas beberapa ayat yang menurutnya bertentangan, diantaranya firman Allah tentang penciptaan langit dan bumi.
Orang ini menanyakan,
Di surat an-Nazi’at (ayat 27 – 30), Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan langit sebelum menciptakan bumi. Sementara di surat Fushilat (ayat 9 – 12) Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi sebelum menciptakan langit.
Jawab Ibnu Abbas,
خلق الأرض في يومين، ثم خلق السماء، ثم استوى إلى السماء، فسواهن في يومين آخرين، ثم دَحَى الأرض، ودَحْيُها: أن أخرج منها الماء والمرعى، وخلق الجبال والجماد والآكام وما بينهما في يومين آخرين، فذلك قوله: {دَحَاهَا} وقوله { خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ } فَخُلِقت الأرض وما فيها من شيء في أربعة أيام، وخلقت السماوات في يومين
Allah menciptakan bumi dalam 2 hari, kemudian Dia menciptakan langit. Kemudian dia beristiwa ke atas langit, lalu Allah sempurnakan langit dalam 2 hari yang lain. Kemudian Allah daha al-Ardha (menyempurnakan bumi). Bentuk penyempurnaan bumi adalah dengan Dia keluarkan dari bumi mata air, tumbuh-tumbuhan, Allah ciptakan gunung, benda mati, dataran tinggi, dan segala yang ada di antara langit dan bumi, dalam 2 hari. Itulah makna firman Allah, “Bumi dihamparkannya.” Sementara firman Allah, “Dia menciptakan bumi dalam 2 hari.” Diciptakanlah bumi dan segala isinya dalam 4 hari dan diciptakan semua langit dalam 2 hari. (HR. Bukhari secara Muallaq sampai al-Minhal, 16/85).
Kesimpulan dari keterangan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,
Allah menciptakan bumi 2 hari belum sempurna dan belum ada isinya. Kemudian menciptakan semua langit dalam 2 hari, dan terakhir Allah mengisi bumi dengan tumbuhan, gunung, benda-benda dalam 2 hari.
Allahu a’lam.