Korban Kerbau
Pada bagian akhir Critias, dijelaskan bahwa pada setiap lima
atau enam tahun sekali berselang-seling, para raja Atlantis berkumpul
untuk berdiskusi dan membuat perjanjian, diakhiri dengan persembahan
korban banyak kerbau. Kebiasaan korban kerbau untuk persembahan hanya
ada di Asia Tenggara dan Asia Tengah bagian selatan. Tentu saja Plato
tidak menyebutnya sebagai “kerbau” karena binatang ini hanya terdapat di
daerah tersebut, tetapi sebagai binatang yang mirip yaitu “banteng”.
Candi dan Piramida
Selain menhir, meja batu dan patung-patung batu, budaya megalitik
Austronesia di Nusantara juga menampilkan struktur piramida berundak
yang terdiri dari tanah dan batu, disebut sebagai "punden berundak",
dianggap sebagai salah satu karakteristik budaya asli Nusantara.
Struktur ini telah ditemukan dan tersebar di seluruh Nusantara sejauh
Polinesia. Diantaranya ditemukan di Pegunungan Hyang-Argapura, Lebak
Sibedug, Basemah, Pangguyangan, Cisolok dan Gunung Padang; yang terakhir
adalah merupakan situs megalitik terbesar dan tertua di Asia Tenggara
yaitu 23.000 SM atau lebih tua (Natawidjaja, 2013). Candi Sukuh dan
Cetho di Jawa Tengah (tahun masih diperdebatkan) menunjukkan unsur-unsur
punden berundak budaya Austronesia yang agak menyerupai piramida di
Amerika Tengah. Punden berundak adalah desain dasar Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Seperti dikatakan dalam Critias, Candi Poseidon dan Cleito
dibangun di pulau pusat yang berupa sebuah bukit, dikelilingi oleh
lingkaran-lingkaran air. Untuk mencapai candi dari lingkaran air paling
dalam, diperlukan undak pada lereng bukitnya. Hal ini dapat diartikan
bahwa candi ini menampilkan struktur piramida berundak bumi-dan-batu,
ciri budaya asli Nusantara yang disebut sebagai "punden berundak".
Kelapa
Plato menulis dalam Critias Bagian 115b: “... dan buah-buahan yang memiliki kulit keras, airnya dapat diminum, ada dagingnya dan dapat digunakan sebagai minyak urapan ...”
Kelapa (Cocos nucifera) memiliki daging, air, santan dan minyak
yang penuh gizi, menjadi bahan makanan dan telah dibudidayakan oleh
masyarakat di seluruh dunia selama ribuan tahun. Di banyak pulau, kelapa
sudah menjadi bahan makanan pokok yang selalu dipergunakan dalam
masakan sehari-hari. Hampir sepertiga dari populasi dunia tergantung
pada kelapa dengan berbagai tingkatan dalam makanan dan ekonomi mereka.
Diantara budaya-budaya tersebut kelapa memiliki sejarah yang panjang dan
penting.
Analisis DNA terhadap lebih dari 1.300 buah kelapa dari seluruh dunia
mengungkapkan bahwa kelapa pada awalnya dibudidayakan di dua lokasi
terpisah, yaitu di Pasifik dan di Samudera Hindia (Baudouin et al, 2008; Gunn et al,
2011). Selain itu, genetika kelapa juga tercatat dalam rute perdagangan
prasejarah dan kolonisasi Amerika. Di Pasifik, kelapa pertama kali
dibudidayakan di kepulauan Asia Tenggara, yaitu Filipina, Malaysia,
Indonesia, dan mungkin juga di daratan Asia. Di Samudera Hindia,
kemungkinan pusat budidayanya adalah pinggiran selatan India, termasuk
Sri Lanka, Maladewa, dan Lakadewa. Kelapa dari Pasifik diperkenalkan ke
Samudera Hindia beberapa ribu tahun yang lalu oleh bangsa Austronesia
kuno yang membangun jalur perdagangan yang menghubungkan Asia Tenggara
dengan Madagaskar dan pesisir Afrika timur.
Tapai atau Tape
Plato menulis dalam Critias Bagian 115b: “... dan buah-buahan yang dibusukkan dengan dipelihara, yang kita gunakan sebagai cuci mulut setelah makan malam ...”
Tapai atau tape adalah makanan fermentasi tradisional sebagai hidangan
penutup yang asli dan populer di seluruh Asia Tenggara. Ini adalah
makanan beralkohol yang manis atau asam dan dapat digunakan secara
langsung sebagai makanan atau dalam resep tradisional. Tapai bisa dibuat
dari berbagai sumber karbohidrat, tetapi biasanya dari singkong (Manihot esculenta), beras (Oryza sativa) atau beras ketan (Oryza sativa glotinosa).
Fermentasi dilakukan melalui proses inokulasi sumber karbohidrat dengan
mikroorganisme yang diperlukan dalam kultur awal, yang dikenal sebagai
ragi, termasuk Aspergillus oryzae, Rhizopus oryzae, Amylomyces rouxii atau Mucor spesies, dan lanjutan termasuk Saccharomyces cerevisiae, Saccharomycopsis fibuliger, Endomycopsis burtonii
dan lain-lain, bersama dengan bakteri. Tapai juga digunakan untuk
membuat minuman beralkohol yang dikenal sebagai arak atau brem.
Tapai atau tape dikenal dalam nama yang berbeda, di Indonesia sebagai tape atau tapai, Jawa tapé, Sunda (Jawa Barat) peuyeum, Malaysia dan Brunei tapai, Thailand khao-mak, Kamboja chao atau tapai, dan Filipina tapay atau binuburang. Tape ketan adalah hidangan utama di Jawa selama hari raya idul fitri.
***
di
Berdasarkan naskah asli A New Theory of Atlantis Disclosed
Tidak ada komentar:
Posting Komentar